Sabtu, 21 Januari 2017

Machiavelli dan Kekuasaan


Malam ini ditemani sebuah gelas yang berisikan kopi hitam yang agak lumayan pahit, sambil berbincang - bincang mengenai Machiavelli. Machiavelli atau nama aslinya Niccolo Machiavelli juga di sebut sebagia tokoh Realis, dia lahir pada zaman Renaisans dari seorang pengacara kaya Italia pada tahun 1469. Pemikiran Machiavelli jarang sekali kita temukan dukungan moral di dalamnya. Machiavelli beruntung karena bukan hanya mendapatkan pendidikan tinggi, melainkan juga posisi dalam pemerintahan kota Florence. Karirnya sebagai penasihat politik berakhir tragis ketika Florance dikuasai keluarga Medici yang memusuhinya dan sempat menjebloskannya ke penjara selama setahun. Tapi setelah dia bebas, machiavelli mengasingkan dirinya ke pinggir kota untuk menulis dan merenungkan hasil-hasil pengalamanya. Dalam pengasinganya dia menghasilkan dua buku yang sangat termasyur, yaitu Sang Pangerang terbit 1532 dan Diskursur Tentang Sepuluh Buku Pertama Dari Titus Livius, juga terbit 1531. Dan mamungkin tak banyak mengetahui bahwa Machiavelli juga menuliskan tentang komedi.

Dalam hal kemampuannya dalam mengkonstruksi negara, Machiavelli tak ada tandingannya bahkan dia mengatakan bahwa Negara jangan sampai dikuasai agama, sebaliknya negaralah yang harus menguasai agama. Agama baginya penting jika dibutuhkan atau memberikan dampak positif terhadap kita misalnya agama di gunakan untuk meninabobokan rakyat atau meningkatkan patriotisme masyarakat. Karena bagi Machiavelli beranggapan bahwa Manusia adalah mahluk yang di kendalikan oleh kepentingan diri, manusia adalah mahluk irasional yang tingkah lakunya di ombang ambingkan oleh emosinya.

Dalam konsep kepemimpinan yang dia rumuskan yaitu bahwa seorang penguasa atau pemimpin harus bisa membentuk opini umum yang bisa mengendalikan tingkah laku warganya. Untuk memperkokoh kekuasaan penguasa haruslah mampu memobilisasi nafsu-nafsu rendah mereka yang ingin dikuasainya demi maksudnya sendiri. Bahkan ketika berbicara tentang strategi perang Machiavelli beranggapan di dalam sebuah perangpun, seorang penguasa dianjurkan bersikap realis yaitu memihak kepada kubu yang paling kuat agar kita mendapatkan bagian maksimal dalam pampasan perang. Penguasa yang cerdikpun bagi Machiavelli adalah penguasa yang menyingkirkan orang-orang yang potensial menjadi saingannya sebagai gantinya dia akan menempatkan orang-orang yang mematuhinya di sekitarnya.


Jika ajaran Machiavelli dianggap normatif. Dia tidak berbicara tentang apa yang seharusnya ada, tetapi melainkan apa yang nyatanya ada dalam politik. Bahwa moralitas dapat diperhatikan dalam kekuasaan hanya sejauh ia berguna untuk kekuasaan. Seorang pemimpin yang ingin menegaskan dirinya haruslah mampu bertindak jahat atau tegas jika itu di perlukan. Dengan cara ini Machiavelli membenarkan segala cara untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, entah lewat kekerasan militer, propaganda yang menipu atau bahkan peperangan jika itu di perlukan.

0 komentar:

Posting Komentar