Sabtu, 21 Januari 2017

Tan Malaka dalam sebuah kopi.


Kembali kubuka buku setelah selesai membuat kopi dan kopi kali ini mungkin agak pahit karna gula di kos udah habis. Maklum belum datang kiriman.. wkwk eh maaf yah cuman mercanda. Kali ini kutemukan sosok Orang misterius yg mungkin kita tak pernah mendengar namanya waktu sekolah dulu, apakah dari SD sampai ke tingkat SMA.. Dia seorang aktivis kemerdekaan Indonesia, filsuf kiri, pemimpin Partai Komunis Indonesia, pendiri Partai Murba, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Dia lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897. Tan Malaka menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia pada 28 Maret 1963 atas Keppres No. 53 Tahun 1963. Dialah TAN MALAKA Nama lengkapnya adalah Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka,  Ibrahim adalah Nama aslinya, sedangkan Tan Malaka adalah nama semi-bangsawan yang ia dapatkan dari garis ibu. Tanggal kelahirannya tidak dapat dipastikan, dan tempat kelahirannya sekarang dikenal sebagai Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Ayahnya bernama HM. Rasad, seorang karyawan pertanian, dan Rangkayo Sinah, putri orang yang disegani di desa. Di tempat kelahirannya, Tan Malaka mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak silat.

Pengetahuannya tentang revolusi mulai meningkat selama kuliah ditambah dengan membaca de Fransche Revolutie, yang diterimanya dari Horensma sebelum keberangkatannya ke Belanda. Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia semakin tertarik pada komunisme dan sosialisme, Sejumlah buku yang dibacanya yang berhubungan dengan hal tersebut adalah buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Friedrich Nietzsche. Saat itulah ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman namun ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing. Saat itulah ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal dari-Democratische Vereeniging (ISDV, pendahulu dari Partai Komunis Indonesia).  Ia juga tertarik bergabung dengan Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (Asosiasi Demokrat Sosial Guru).

Tan Malaka bisa dikatakan sebagai orang yang pertama kali berjuang menentang antikolonialisme di Hindia Belanda, bahkan sebelum Soekarno dan Hatta. Beliau juga menjadi orang pertama yang mencetuskan konsep tentang "Negara Indonesia" dalam bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (1925). Buku inilah yang menginspirasi Soekarno, Hatta, Sjahrir, dkk untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari barisan yang lain. Sementara itu, tokoh besar yang terlupakan ini, berjuang "sendirian" untuk memerdekakan Indonesia dari mulai menulis buku, membentuk kesatuan massa, berbicara dalam kongres internasional, ikut bertempur di lapangan melawan Belanda secara langsung, sampai akhirnya harus keluar-masuk penjara berkali-kali, diburu oleh interpol, dan kejar-kejaran sama polisi Internasional.

Tragis? Banget! dan yang lebih tragis lagi adalah, perjuangan beliau untuk negeri kita ini malah "dibalas oleh Indonesia" dengan timah panas. Ya, beliau ditembak mati oleh tentara Republik yang didirikannya sendiri (Tentara Indonesia) di Kediri 1949 dan sampai hari ini jenazahnya belum dipastikan keberadaannya. Kendati Presiden Soekarno telah mengangkat namanya sebagai pahlawan nasional pada 28 Maret 1963. Namun, sejak era Orde Baru (1966-1998), keberadaan tokoh ini seperti dihapus dalam sejarah Indonesia, namanya dicoret dari daftar nama pahlawan Nasional dan hampir tidak pernah dibahas dalam pelajaran Sejarah SD-SMA sampai dengan sekarang.

Semoga tulisan ini, dapat kembali mengingatkan kita semua pada para pendiri negeri kita ini, khususnya untuk Tan Malaka yang paling sering dilupakan. Semoga generasi Indonesia ke depannya dapat mewujudkan impian beliau untuk membangun masyarakat yang berpikir secara kritis, logis, rasional, dan mampu berdialog secara sehat. Merdeka!

"Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Indonesia tempat darahmu tertumpah" - Tan Malaka, Massa Aksi (1927).

Itulah cerita dari seorang Pahlawan yang Terlupakan saat ini, bagaikan gula dalam sebuah kopi, walau seberapa banyak gula yg kita berikan pada kopi maka tetap saja namanya kopi bukan Kopi Gula... hahaha seruput dulu lah.

0 komentar:

Posting Komentar