Ketika kita kembali
merenungi apalah arti manusia maka yang kita temukan bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang
tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia
yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya,
melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan
yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat
manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran.
Dalam ilmu logika manusia disebut sebagai adalah binatang
yang berfikir. Berkata-kata dan mengeluarkan pendapatnya berdasarkan
pikirannya. Sebagai binatang yang berpikir manusia berbeda dengan hewan. Walau
pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis manusia tidak berbeda dengan hewan,
namun hewan lebih mengandalkan fungsi-fungsi kebinatangannya, yaitu naluri,
pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya fungsi kebinatangan juga
ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi tingkat
perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin
kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.
Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang
apa pun. Tetapi memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang
mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah
berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir
secara sistematik, pertanyaan tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun
informasi secara tertulis tentang hal ini baru terlacak pada masa Para pemikir
kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales (abad 6 SM).
Kalau
direnungi secara dalam, seorang manusia hadir di dunia benar-benar hanya sesaat
saja, seperti sekejab mata jika di bandingkan dengan usia bumi yang sudah
sangat tua. Kehidupan yang sesaat diberikan oleh Tuhan kepada manusia tidak
lain agar manusia bisa memberikan pengabdian terbaik kepada-Nya, kepada sesama
manusia dan seluruh alam sehingga manusia tersebut benar-benar menjadi orang
yang bermanfaat. Sebagian lahir dengan mengikuti kodrat alamiah manusia sebagai
pengabdi untuk membuat kehidupan di bumi menjadi lebih baik.
Kalau
kita tidak mengetahui untuk apa tujuan Tuhan menciptakan manusia, berarti
kehadiran kita di dunia ini sama dengan kehadirat ikan, rumput, kambing dan
lain-lain, hanya sebagai pelengkap agar dunia ini menjadi ramai. Tuhan
menciptakan manusia dengan tujuan yang sangat istimewa, untuk mengabdi
kepada-Nya lewat ibadah dan lewat aktifitas sehari-hari yang bisa memberikan
manfaat kepada semua. Nabi juga pernah memberikan nasehat tentang hal ini dimana
manusia terbaik menurut Beliau adalah manusia yang paling bermanfaat untuk sesame.
Semakin
memberikan manfaat kepada sesama, maka semakin baik nilai manusia dimata Allah
dan Rasul-Nya. Atas dasar itu, harapan Nabi kepada Ummatnya agar dalam
kehidupan yang dijalani hendaknya bisa menjadi rahmat bagi keluarga, lingkungan
dan bisa menjadi rahmat bagi seluruh Alam.
Dalam
kehidupan yang sangat singkat ini, mari kita renungkan dalam-dalam tentang apa
yang telah kita lakukan di dunia ini, apakah telah sesuai dengan tujuan
penciptaan sebagai pengabdi yang memberikan manfaat untuk semua atau keluar dan
tujuan tersebut, memberikan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan manusia dan
makhluk lain.
Imam Ali bin Abi Thalib ini. “DIA YANG BUKAN
SAUDARAMU DALAM IMAN, ADALAH SAUDARA DALAM KEMANUSIAAN”
Penulis : Kopi Malotong…
0 komentar:
Posting Komentar